Anda sering lupa untuk membawa dokumen penting saat akan menghadiri rapat kerja? Atau lupa dimana meletakkan kunci mobil Anda padahal saat itu Anda sangat dikejar-kejar oleh waktu? Atau mungkin melupakan janji-janji penting yang sudah Anda sepakati sebelumnya? Dewasa ini mungkin banyak orang yang mengeluh karena pernah mengalami hal serupa dengan kejadian-kejadian di atas dan sejenisnya.
Terkadang lupa akan sesuatu yang kecil tidak akan meresahkan, tetapi bila terjadinya berulang-ulang atau terkait dengan kelupaan yang serius tentunya masalah ini sering meresahkan.
Di dalam masyarakat, lupa atau pikun adalah suatu fenomena alamiah yang terjadi karena faktor menambahnya usia atau penuaan. Akan tetapi, bagaimana jika hal tersebut terjadi pada orang-orang yang berusia muda dan masih tergolong usia produktif?
Ada banyak faktor yang menyebabkan kepikunan dan pada sebagian kasus, si penderita kepikunan tidak menyadari apa yang menyebabkan kepikunan tersebut. Stres dapat menjadikan seseorang mudah mengalami kepikunan. Menurut Zevan Khachanurian dari The National Institute of Aging, Los Angeles, Amerika Serikat, sel-sel di hippocampus (bagian otak sebelah dalam) terpaksa bekerja lebih keras pada kondisi stres. Akibatnya, otak menjadi lelah dan mudah rusak. Tidak seperti sel-sel tubuh lainnya, sel otak yang rusak tidak bisa diganti.
Teknologi canggih yang kian marak bermunculan, biasanya membuat orang malas memakai otaknya dengan maksimal untuk berpikir lebih dalam lagi. Fenomena seperti ini memang tampak sepele, apalagi jika hidup di mana kecanggihan teknologi adalah segalanya. Namun bila otak tak digunakan secara maksimal, jangan menyalahkan orang lain jika suatu hari daya ingat Anda semakin menurun.
Selain itu, gaya hidup dan pola makan yang tidak tepat juga merupakan faktor yang mengakibatkan menurunnya kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal.
Kebiasaan kita yang sering mengkonsumsi makanan instan maupun makanan cepat saji tanpa kita sadari dapat mempengaruhi kondisi tubuh kita. Peningkatan berat badan dan kolesterol yang tidak terkontrol merupakan salah satu dampaknya.
Berat badan yang berlebih tidak hanya membuat kita minder tetapi juga dapat mengakibatkan tertumpuknya penyakit dalam tubuh kita. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa orang yang mempunyai berat badan berlebih tidak hanya beresiko menderita penyakit jantung, stroke, dan kencing manis tetapi juga dapat mengakibatkan penyakit pikun.
Kandungan kolesterol yang tinggi dapat mengakibatkan penyumbatan pada darah. Akibatnya, sirkulasi darah ke otak mengalami proses degeneratif, yaitu mundurnya beberapa bagian dalam otak dalam jangka waktu panjang sehingga mempengaruhi fungsi dari memori tersebut.
Umumnya, jika indikasi dari kepikunan seseorang tersebut memang disebabkan oleh proses degeneratif pada otak, ini berarti orang tersebut juga mengalami gangguan peredaran darah. Akibatnya, ada bagian-bagian tertentu pada otak mengalami kekurangan darah sehingga fungsi otak pun kian menurun.
Layaknya simulasi yang berkaitan, ketika proses peletakkan memori tak berjalan lancar, kemampuan otak untuk mengingat pun jadi semakin berkurang kapasitasnya.
Resiko mengalami kepikunan dapat diminimalisir dari keinginan kita untuk merubah pola hidup.
Konsumsi makanan yang bergizi dan lakukan olahraga secara rutin. Semoga kepikunan tidak menghampiri kita.
Selasa, Februari 09, 2010
Laporan praktikum Besi
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar besi yang berada dalam sampel air dengan menggukan metode AAS.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Besi merupakan mineral yang sangat dibutuhkan manusia dan dapat diperoleh dari air yang kita minum. Namun, air minum yang mengandung kadar besi yang berlebihan berpengaruh terhadap nilai estetika (warna, endapan dan rasa) dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Persyaratan kadar besi dalam air minum dianjurkan tidak lebih dari 0,3 mg/l dan peruntukan perairan yang digunakan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/l (Setyorini,2007).
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro(Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan electron. Proses oksidasi dan reduksi besi melibatkan oksigen dan hidrogen. Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri ditunjukan dalam persamaan:
Fe2+ Fe3+ + e-
Proses oksidasi dan reduksi besi biasanya melibatkan bakteri sebagai mediator. Bakteri kemosintesis thiobacillus dan ferrobacillus memiliki sistem enzim yang dapat mentransfer electron dari ion ferro kepada oksigen. Transfer elektron ini megasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintesis bekerja secara optimum pada pH rendah (sekitar 5). Metabolisme bakteri desulfovibrio menghasilkan H2SO4 yang dapat melarutkan besi(ferri) (Effendi,2003).
Pada pH 7,5 dan 7.7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap (presipitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Oleh karena itu besi hanya ditemukan pada perairan yang berada pada kondisi aerob (anoksik) dan suasana asam. Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO)3, dan Fe(SO)4. pada perairan yang diperuntukan bagi keperluan domestik, penegndapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bakmandi, pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH. Sumber besi dialam adalah pirit (FeS2), hematile (Fe2O3), magnetile (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite ( HFeO2), dan Orche [FeO(OH)3]. Senyawa besi pad a umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat dalam tanah. Kadang-kadang besi juga tersdapat sebagi senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air (Effendi,2003).
Untuk menentukan kadar besi dalam air dapat digunakan dua metode yaitu:
a. Metode AAS
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas. Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan.AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja. Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik (Haryanto,2009).
Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam.Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi(Anonim1,2009).
Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut (Haryanto,2009)
b. Metode Phenantroline
Prinsip pengukuran besi dengan menggunakan metode phenantroline adalah besi didalam air direduksi dengan hidroksilamin membentuk Fe2+, selanjutnya ion ferro tersebut direaksikan dengan senyawa 1,10- phenantroline membentuk senyawa komplek yang berwarna merah (Anonim2).
III. ALAT dan BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi labu ukur, pipet volumetric, Erlenmeyer, gelas beaker,botol film,
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi Larutan standar besi 10 mg/l, aquadest, sampel air.
IV. CARA KERJA
A. Pengenceran Larutan
• Pengenceran Fe 1 ppm
1. Mengambil 2 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 18 ml akuades
• Pengenceran Fe 2 ppm
1. Mengambil 4 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 16 ml akuades
• Pengenceran Fe 3 ppm
1. Mengambil 6 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 14 ml akuades
• Pengenceran Fe 4 ppm
1. Mengambil 8 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 12 ml akuades
• Pengenceran Fe 5 ppm
1. Mengambil 10 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 10 ml akuades
B. Pengukuran Absorbans Larutan Standar Fe
1. Menyiapkan larutan standar Fe dalam 1,2,3,4 an 5 ppm
2. Mengukur absorbansi masing masing larutan mnegunakan AAS
C. Pengukuran Absorbans Larutan Sampel
1. Menyiapakan 4 sampel air yang terdiri dari sampel air Cempaka, air sumur Sei. Ulin, air sumur Intan Sari dan air sumur Loktabat.
2. Mengukur absorbansi masing-masing sampel dengan AAS
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar besi yang berada dalam sampel air dengan menggukan metode AAS.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Besi merupakan mineral yang sangat dibutuhkan manusia dan dapat diperoleh dari air yang kita minum. Namun, air minum yang mengandung kadar besi yang berlebihan berpengaruh terhadap nilai estetika (warna, endapan dan rasa) dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Persyaratan kadar besi dalam air minum dianjurkan tidak lebih dari 0,3 mg/l dan peruntukan perairan yang digunakan bagi keperluan pertanian sebaiknya memiliki kadar besi yang tidak lebih dari 20 mg/l (Setyorini,2007).
Keberadaan besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan dalam bentuk kation ferro(Fe2+) dan ferri (Fe3+). Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan electron. Proses oksidasi dan reduksi besi melibatkan oksigen dan hidrogen. Reaksi oksidasi ion ferro menjadi ion ferri ditunjukan dalam persamaan:
Fe2+ Fe3+ + e-
Proses oksidasi dan reduksi besi biasanya melibatkan bakteri sebagai mediator. Bakteri kemosintesis thiobacillus dan ferrobacillus memiliki sistem enzim yang dapat mentransfer electron dari ion ferro kepada oksigen. Transfer elektron ini megasilkan ion ferri, air, dan energi bebas yang digunakan untuk sintesis bahan organik dari karbondioksida. Bakteri kemosintesis bekerja secara optimum pada pH rendah (sekitar 5). Metabolisme bakteri desulfovibrio menghasilkan H2SO4 yang dapat melarutkan besi(ferri) (Effendi,2003).
Pada pH 7,5 dan 7.7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap (presipitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar. Oleh karena itu besi hanya ditemukan pada perairan yang berada pada kondisi aerob (anoksik) dan suasana asam. Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO)3, dan Fe(SO)4. pada perairan yang diperuntukan bagi keperluan domestik, penegndapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bakmandi, pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH. Sumber besi dialam adalah pirit (FeS2), hematile (Fe2O3), magnetile (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite ( HFeO2), dan Orche [FeO(OH)3]. Senyawa besi pad a umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat dalam tanah. Kadang-kadang besi juga tersdapat sebagi senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air (Effendi,2003).
Untuk menentukan kadar besi dalam air dapat digunakan dua metode yaitu:
a. Metode AAS
Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan absorbsi radiasi oleh atom bebas. Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan.AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer absorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja. Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik (Haryanto,2009).
Teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam.Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi(Anonim1,2009).
Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut (Haryanto,2009)
b. Metode Phenantroline
Prinsip pengukuran besi dengan menggunakan metode phenantroline adalah besi didalam air direduksi dengan hidroksilamin membentuk Fe2+, selanjutnya ion ferro tersebut direaksikan dengan senyawa 1,10- phenantroline membentuk senyawa komplek yang berwarna merah (Anonim2).
III. ALAT dan BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi labu ukur, pipet volumetric, Erlenmeyer, gelas beaker,botol film,
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi Larutan standar besi 10 mg/l, aquadest, sampel air.
IV. CARA KERJA
A. Pengenceran Larutan
• Pengenceran Fe 1 ppm
1. Mengambil 2 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 18 ml akuades
• Pengenceran Fe 2 ppm
1. Mengambil 4 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 16 ml akuades
• Pengenceran Fe 3 ppm
1. Mengambil 6 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 14 ml akuades
• Pengenceran Fe 4 ppm
1. Mengambil 8 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 12 ml akuades
• Pengenceran Fe 5 ppm
1. Mengambil 10 ml larutan Fe 10 ppm
2. Memasukkan ke dalam botol film
3. Memasukkan 10 ml akuades
B. Pengukuran Absorbans Larutan Standar Fe
1. Menyiapkan larutan standar Fe dalam 1,2,3,4 an 5 ppm
2. Mengukur absorbansi masing masing larutan mnegunakan AAS
C. Pengukuran Absorbans Larutan Sampel
1. Menyiapakan 4 sampel air yang terdiri dari sampel air Cempaka, air sumur Sei. Ulin, air sumur Intan Sari dan air sumur Loktabat.
2. Mengukur absorbansi masing-masing sampel dengan AAS
Laporan Praktikum KloRida
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk menentukan Klorida suatu zat cair dengan menggunakan larutan AgNO3 dan NaCl dengan indikator K2CrO4 10 %.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Garam dari asam klorida (HCl) mengandung ion klorida, contohnya adalah garam meja, yang disebut Natrium klorida dengan rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl. Klorida dalam senyawa kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Ini berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh paling sederhana dari suatu klorida anorganik adalah asam klorida (HCl), sedangkan contoh sederhana senyawa organik (suatu atau organoklorida) adalah klorometana (CH3Cl), sering disebut metil klorid (Panjaitan, 2009).
Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air, penjangkitan dan dalam pelunturan. Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang sering digunakan dalam pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai desinfektan adalah ozon (O3), klordioksidan, dan sebagainya. Dua faktor penting yang mempengaruhi proses desinfektan adalah waktu bereaksi dan konsentrasi zat desinfektan. Ozon boleh juga digunakan untuk membunuh bakteria, dan ozon tidak membentuk organoklin dan tidak tertinggal dalam air setelah perawatan (Jatilaksono, 2009).
Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi (III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis organik (Putranto, 2009).
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis natrium klorida yang terlarut dalam air. Bersama dengan klorin, proses kloral kali ini menghasilkan gas hidrogen dan natrium hidroksida. Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl (asam hipoklorit). Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak akan membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia (Alaerts dan Ir. S. Sumetri, 1998).
Dalam jumlah kecil, mereka tidak berpengaruh. Dalam konsentrasi tinggi, mereka menyebabkan masalah. Biasanya konsentrasi klorida rendah. Sulfat dapat lebih bermasalah karena sulfat ada dalam konsentrasi yang lebih besar. Kadar rendah atau menengah dari kedua senyawa ion tersebut menambah rasa segar ada air. Pada kenyataannya, mereka dibutuhkan karena alasan ini. Jumlah konsentrasi yang berlebihan dari keduanya tentu akan membuat air jadi tidak enak diminum (Anonim1, 2008).
Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah, sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai. Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat klorida yang tinggi. Untuk menentukan atau mengukur jumlah (kadar) klorida dalam air, dapat digunakan metode berikut ini.
a. Mercurie Nitrate Method (metode HgNO3)
Menentukan banyak sedikitnya kandungan klorida dengan perbandingan Mohr method (metode Mohr). Pada metode ini, indikator digunakan untuk menunjukkan adanya kelebihan ion Hg2+.
Hg2+ + 2Cl- HgCl2 (K = 2,6 x 10-15)
b. Mohr Method (Argentometric)
Metode ini merupakan metode yang dapat menghasilkan hasil yang lebih memuaskan dari pada metode HgNO3. Metode Mohr ini menggunakan AgNO3 sebagai zat pentitrasi dan menganjurkan menggunakan metode standar. Dalam proses titrasi ion klorida akan terbentuk klorida dengan lapisan endapan putih perak.
Ag+ + Cl- AgCl (Ksp = 3 x 10-10)
Indikator yang biasa digunakan untuk menentukan adanya ion Ag+ adalah potassium chromate. Indikator ini akan mengubah warna putih perak menjadi endapan merah bata.
2Ag+ + CrO42- Ag2CrO4 (Ksp = 5 x 102-) (Hanief, 2009).
Klorida dan sulfat dapat dihilangkan dari air dengan Reverse Osmosis. Deionisasi (demineralisasi) atau destilasi juga akan menghilangkan klorida dan sulfat dari dalam air, tetapi metode ini tidak cocok untuk perumahan dibanding reverse osmosis (Anonim2, 2008).
III. ALAT dan BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah Buret, Labu ukur, Erlenmeyer, Statif, Corong, Pipet tetes, Neraca analitik, Gelas beaker, Gelas ukur.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel air, larutan AgNO3 1/3,45 N, larutan standar NaCl, larutan K2CrO4 10%, asam nitrat pekat ( HNO3), akuadest.
IV. CARA KERJA
A. Standarisasi larutan AgNO3
1. Memipet 10 ml larutan standar NaCl 0,1 N
2. Memasukkan kedalam labu erlenmeyer
3. Menambahkan 2-3 tetes HNO3 pekat
4. Menambahkan 3-5 tetes larutan indikator K2CrO4 10 %
5. Mentitrasi denganlarutan AgNO3 1/35,45 N hingga terjadi endapan
6. Mencatat ml AgNO3 yang digunakan.
B. Konsentrasi klorida pada sampel air
1. Mengambil 100 ml sampel air
2. Memasukkan kedalam labu erlenmeyer
3. Menambahkan 2-3 tetes HNO3 pekat
4. Menambahkan 3-5 tetes larutan indikator K2CrO4 10 %
5. Mentitrasi dengan larutan AgNO3 1/35,45 N hingga terjadi endapan
6. Mencatat ml AgNO3 yang digunakan
Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk menentukan Klorida suatu zat cair dengan menggunakan larutan AgNO3 dan NaCl dengan indikator K2CrO4 10 %.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Garam dari asam klorida (HCl) mengandung ion klorida, contohnya adalah garam meja, yang disebut Natrium klorida dengan rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl. Klorida dalam senyawa kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Ini berarti klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh paling sederhana dari suatu klorida anorganik adalah asam klorida (HCl), sedangkan contoh sederhana senyawa organik (suatu atau organoklorida) adalah klorometana (CH3Cl), sering disebut metil klorid (Panjaitan, 2009).
Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air, penjangkitan dan dalam pelunturan. Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang sering digunakan dalam pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai desinfektan adalah ozon (O3), klordioksidan, dan sebagainya. Dua faktor penting yang mempengaruhi proses desinfektan adalah waktu bereaksi dan konsentrasi zat desinfektan. Ozon boleh juga digunakan untuk membunuh bakteria, dan ozon tidak membentuk organoklin dan tidak tertinggal dalam air setelah perawatan (Jatilaksono, 2009).
Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi (III) klorida adalah asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis organik (Putranto, 2009).
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di kawasan beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis natrium klorida yang terlarut dalam air. Bersama dengan klorin, proses kloral kali ini menghasilkan gas hidrogen dan natrium hidroksida. Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan kaporit atau larutan HOCl (asam hipoklorit). Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak akan membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan pengaruh dari klorida dalam jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk kebutuhan manusia (Alaerts dan Ir. S. Sumetri, 1998).
Dalam jumlah kecil, mereka tidak berpengaruh. Dalam konsentrasi tinggi, mereka menyebabkan masalah. Biasanya konsentrasi klorida rendah. Sulfat dapat lebih bermasalah karena sulfat ada dalam konsentrasi yang lebih besar. Kadar rendah atau menengah dari kedua senyawa ion tersebut menambah rasa segar ada air. Pada kenyataannya, mereka dibutuhkan karena alasan ini. Jumlah konsentrasi yang berlebihan dari keduanya tentu akan membuat air jadi tidak enak diminum (Anonim1, 2008).
Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah, sedangkan pada sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi klorida yang juga sangat tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai. Karena itu, sungai dan air tanah memiliki tingkat klorida yang tinggi. Untuk menentukan atau mengukur jumlah (kadar) klorida dalam air, dapat digunakan metode berikut ini.
a. Mercurie Nitrate Method (metode HgNO3)
Menentukan banyak sedikitnya kandungan klorida dengan perbandingan Mohr method (metode Mohr). Pada metode ini, indikator digunakan untuk menunjukkan adanya kelebihan ion Hg2+.
Hg2+ + 2Cl- HgCl2 (K = 2,6 x 10-15)
b. Mohr Method (Argentometric)
Metode ini merupakan metode yang dapat menghasilkan hasil yang lebih memuaskan dari pada metode HgNO3. Metode Mohr ini menggunakan AgNO3 sebagai zat pentitrasi dan menganjurkan menggunakan metode standar. Dalam proses titrasi ion klorida akan terbentuk klorida dengan lapisan endapan putih perak.
Ag+ + Cl- AgCl (Ksp = 3 x 10-10)
Indikator yang biasa digunakan untuk menentukan adanya ion Ag+ adalah potassium chromate. Indikator ini akan mengubah warna putih perak menjadi endapan merah bata.
2Ag+ + CrO42- Ag2CrO4 (Ksp = 5 x 102-) (Hanief, 2009).
Klorida dan sulfat dapat dihilangkan dari air dengan Reverse Osmosis. Deionisasi (demineralisasi) atau destilasi juga akan menghilangkan klorida dan sulfat dari dalam air, tetapi metode ini tidak cocok untuk perumahan dibanding reverse osmosis (Anonim2, 2008).
III. ALAT dan BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah Buret, Labu ukur, Erlenmeyer, Statif, Corong, Pipet tetes, Neraca analitik, Gelas beaker, Gelas ukur.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel air, larutan AgNO3 1/3,45 N, larutan standar NaCl, larutan K2CrO4 10%, asam nitrat pekat ( HNO3), akuadest.
IV. CARA KERJA
A. Standarisasi larutan AgNO3
1. Memipet 10 ml larutan standar NaCl 0,1 N
2. Memasukkan kedalam labu erlenmeyer
3. Menambahkan 2-3 tetes HNO3 pekat
4. Menambahkan 3-5 tetes larutan indikator K2CrO4 10 %
5. Mentitrasi denganlarutan AgNO3 1/35,45 N hingga terjadi endapan
6. Mencatat ml AgNO3 yang digunakan.
B. Konsentrasi klorida pada sampel air
1. Mengambil 100 ml sampel air
2. Memasukkan kedalam labu erlenmeyer
3. Menambahkan 2-3 tetes HNO3 pekat
4. Menambahkan 3-5 tetes larutan indikator K2CrO4 10 %
5. Mentitrasi dengan larutan AgNO3 1/35,45 N hingga terjadi endapan
6. Mencatat ml AgNO3 yang digunakan
Langganan:
Postingan (Atom)